Selasa, 27 Maret 2012

MEMBUAT SEJARAHMU !


MEMBUAT SEJARAHMU !
            “ Sesungguhnya pada kisah-kisah meraka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang tidak dbuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman “ (Q.S. Yusuf : 111).
            Kisah para pahlawan. Meraka yang berani. Benar-benar pemberani. Menjalani hidup dengan gagah, tak mudah patah apalagi menyerah. Serenarnya meraka itu orang-orang biasa. Sama seperti kita. Namaun, mereka berhasil menemukan momentum tepat dengan karya yang tepat menjadi luar biasa. Menggali energy dahsyat. Beramal pada saat yang tepat. Bergerak sangat cepat.
            Kisah ini biasa. Namun inspirasinya yang sungguh luar biasa. Meraka menjadi sejarah. Sebab mereka memadukan antara waktu, tempat dan peristiwa. “ Peristiwanya itu sendiri itu tidak penting, tetapi respon terhadap peristiwa itu adalah segala-galanya “ begitu filsuf china, 1 ching, mengambarkan cara kita melihat peristiwa. Sebagai sejarah.
Gajah Versus Lelaki Andalusia
            “ Saya datang jauh-jauh dari Andalusia untuk menuntut ilmu, bukan untuk menlihat gajah.”
            Kembali tentang gajah. Gajah menyejarah. Memiliki kisah hidup yang menarik. Parameter kepribadian yang unik. Sebab banyak pelajaran yang bisa kita tarik.
            Adalah seorang lelaki, Yahya bin yahya. Nama yang indah dan mudah dikenal. Ia datang dari Andalusia, negeri spanyol. Ia pergi berguru dan menuntut ilmu di Madinah. Bayangkan betapa jauhnya sekarang, apalagi saat itu, dengan keterbatasan alat berkendaraan. Tapi begitulah, jauh jarak, kalau hati sudah berkehendak semua akan terasa enak. Untuk sebuah cita-cita besar, semua itu bukan masalah, justru tantangan menarik.
            Hari-hari dilalui Yahya ibnu Yahya. Menimba ilmu menjadi menu bermutu. Dari sang guru, Imam Malik, ia belajar menjadi diri sendiri. Hingga datang suatu hari. Saat ia tengah berada di majelis bersama murid-murid yang lain, tiba-tiba datang serombongan orang entah dari mana. Yang menarik, meraka datang sambil membawa gajah. Wah, sungguh heboh. Murid-murid Imam Malik pun berhamburan keluar dari kelas ingin menyaksikan hewan yang bernama gajah itu. Di Jazirah Arab saat itu mahkluk besar berbelali itu sungguh tergolong asing. Membuat daya tarik dan pesona tersendiri. Sehingga orang-orang pun berduyun-duyun dan berhamburan kelaur dalam rangka melihat gajah lebih deket. Demikian juga murid- murid Imam Malik.
            Ruang kelas pun kosong. Melompong. Semua beranjak pergi. Kecuali seorang saja yang tetap berada di tempatnya . Siapa dia? Yahya bin Yahya, ternyata. Melihat hal itu Imam Malik mendekat dan bertanya padanya, “ Mengapa engkau tidak kelaur juga untuk melihat gajah: ‘ Yahya bin Yahya menjawab, “ Saya datang jauh-jauh dari Analusia untuk menuntut ilmu, bukan untuk melihat gajah !” Imam Malik kagum dengan keteguhan Yahya bin Yahya.
            Setelah itu Imam Malik pun menyematkan gelar ‘ Aqilu Andalus ‘ padanya. Gelar untuk orang berakal dari Andalusia. Lelaki yang datang untuk belajar. Lelaki besar yang datang membawa prinsipnya sendiri.
            Gajah ternyata bisa membuat sejarah. Sebagaimana Nabi yang lahir di tahum gajah. Yahya bin Yahya menjadi lelaki besar karena tidak bergeser dari prinsip dasar, dari Yahya kita bisa belajar.
Hokum Konsentrasi
“ Seseorang dapat melakukan segala-galanya, tetapi barangkali tak satu pun yang dapat dikerjakannya dengan baik.”
Kisah Yahya mengajari kita untuk focus pada apa yang menjadi tujuan dan cita-cita besar kita. Seperti petani menanam padi. Fokuskan untuk menanam padi, bukan yang lain. Tujuan utamanya memanen nanti. Barangkali banyak pesona disana. Belut-belut yang menagoda, rumput-rumput yag mengganggu kinerja. Hama-hama yang merusak. Atau datangnya tengkulak yang merayu sebelum padi sempurna tumbuhnya.
Begitupun dalam hidup. Kita mesti focus dengan tujuan. Focus dengan waktu yang tersedia. Focus dengan kerja yang diamanahkan. Focus dengan kemampuan yang Allah anugrahkan. Focus dengan cita-cita yang dicanangkan.
Kegagalan berawal ketika cita-cita besar tak dikawal. Pekerjaan tak terjadwal. Diri tak siap modal. Ketrampilan tak jadi bekal. Begitu ada sedikit saja gonjang, maka kita rentan gangguan dan akhirnya terjungkal. Pelajaran penting pertama adalah fokuskan diri. Temukan apa yang dimiliki. Bila kita focus pada kekuatan kita maka kita bisa menutupi kelemahan kita. Fokuskan diri, temukan apa yang dimiliki. Bila kita focus pada kekuatan kita maka kita bisa menutupi kelemahan kita. Jangan kembali pulang…sebelum kita menang…
Hukum Konsistensi
“ Air yang lembut dan halus bisa menembus batu karang karena konsisten.”
Yahya ibnu Yahya mengajari sikap Konsisten. Konsisten untuk memenuhi komitmennya. Komitmen untuk belajar dan menuntut ilmu. Istigomah dalam melangkah. Seperti air yang terus menuruni batu karang sepanjang hari sepanjang tahun sehingga batu pun berlubang.
Ada sebuah pengamatan sederhana terhadap pohon gadung yang beracun dan pahit rasanya. Yang kedua pohon ketela ramat. Coba Anda amati. Gadung menjulurkan rambatannya yang berbentuk spiral melingkar ke kiri, sementara ketela rambat melingkar ke kanan. Bila juluran rambatan gadung yang ke kiri dibalik, ternyata melorot dan tidak mau, meski dipaksa. Demikian pula ketela rambat tak mau kalau dipaksa ke kiri, karena terbiasa merambat kearah kekanan . keduanya begitu konsisten. Ini ayat kauniyah Allah di alam nyata. Bumi dan planet yang berputar, air yang mengalir, udara yang berhembus, semua begitu konsisten. Kita besar, asal potensi diri dikelola secara konsisten.
Hukum Efisiensi
Rosulullah bersabda, “ Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak berguna baginya.”
Efisiensi ini pasti. Ngak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab Nabi yang member garansi. Orang gagal adalah mereka yang tidak bisa menghargai waktu. Orang cerdas, orang sukses adalah mereka yang perhatian terhadap waktu. Dia tak mau membuangnya hanya untuk menjadi penonton, penonton gajah. Dia tidak terpesona. Pesona ilmu lebih menawan hatinya. Seperti Imam Syafi;I yang bergetar meihat kitab atau buku karena saking cintanya pada ilmu. Ia efisienkan waktu mencari dan menyebarkan ilmu.
Imam Salaim bin Ayyub ar-Razi adalah contoh ribadi terpuji menawan hati. Waktunya adalah prestasinya. Hari-haro adalah karya besarnya. Jika engkau mengunjunginya, engkau akan melihat bahwa ia selalu belajar, membaca dan menulis. Suatu hari ia baerkata, “Aku telah membaca satu jus Al-Qur’an di jalan.” Haah? Jangan heran. Bacalah subhanallah !
Hokum Prioritas
“ Jika kita menyadari keterbatasan kita, lalu terus menerus belajar, maka potensi yang dimiliki akan berkembang tanpa batas untuk meraih sukses. “
Untuk menjadi besar, meraih prestasi teratas, kita mesti punya prioritas. Yahya ibnu Yahya mengajari prioritas di ajlan ilmu yang ia retas. “Aku datang jauh-jauh dari Andalusia untuk menuntun ilmu, bukan untuk melihat gajah. “ Begitu prinsipnya. Jelas. Lugas. Sebab begitu banyak pilihan, begitu banyak kewajiban, kalau tidak kita prioritaskan tentu habis seluruh waktu di ajlan. “Al wajibat aktsaru minal auqaat… kewajiban itu lebih banyak dari pada waktu yang tersedia.’ Saking pentingnya prioritas ini, Yusuf al-Qardhawi menulis dua kitab besar, Perioritas Gerakan Islam dan Fiqh Prioritas.
Syahdan, seorang imam selalu minta agar roti yang disediakan untuknya dihaluskan dahulu. Melihat itu orang-orang bertanya,”Mengapa?”nBeliau menjawab, “Sesungguhnya waktu yang kita gunakan untuk mengunyah, klau kita gunakan untuk membaca, akan selesai lima puluh ayat. Oleh karena itu aku lebih suka langsung menelannya agar aku tidak membuang-buang waktu” (Khalid Umar, Optimislah, hlm.235). Begitu cara menusia cerdas menata dan mengelola waktu.
Allah berfirman,
“Dan orang-orang yang berjihat untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (Q.s. al-Ankabut: 69).
Rasulullah saw bersabda,”Dan ketahuilah bahwa kemenangan datang bersam kesabaran, dan bersama kesabaran, dan bersama setiap masalah ada jalan keluar, dan bersama kesulitan ada kemudahan.”
 (sumber : dari buku the WAY to WIN)




Rabu, 02 November 2011

PRAKTEK MANAJEMEN BERBASIS AL-QUR'AN

BUMI SIAP UNTUK DIINVESTASIKAN
ALLAH menyediakan bumi untuk diinvestasikan dan dikelola sejak Allah menciptakan bumi dalam waktu dua hari,
Firman Allah SWT dalam Q.S. Fushshilat:10, yang artinya:
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuninya) dalam empat masa. (penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” (Fushshilat:10)
Dalam ayat di atas dibedakan masalah akidah atau warga Negara mereka yang bertanya. Sebagian mereka ada yang semangat dan sebagian yang lain bermalas-malas sehingga taraf kehidupan mereka pun berbeda-bed. Kemajuan hanya diraih oleh mereka yang bersemangat dan kuat.
Allah berfirman,
“sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (Al-A’raaf:10)
Allah SWT menekankan agar mereka memanfaatkan sumber kehidupan yang ada dan mengelolanya sebagai tanda syukur kepada-Nya, namun Allah berfirman,
“…Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (al-A’raaf:10)
Karena itu, tanah yang gersang harus diubah dengan alat pengolah tanah, kemudian disiram dengan air, baik dengan air hujan maupun air sumur, selanjutnya ditanami dengan tebaran bibit sehingga tanah itu pun subur  dan tanaman tumbuh berpasang-pasangan. Demikian juga dengan padang pasir yang tandus. Manusia hendaknya membangun padang pasir dengan mendirikan sebuah pabrik industry yang dilengkapi dengan perencanaan produksi, sumber enrgi dan para karyawan, serta bahan mentah yang dapat dikelola sehingga tempat tersebut menjadi lahan dan sumber penghasilan manusia menjadi sumber penghasilan bagi importir mesin-mesin, kekuatan energy, dan bahan-bahan mentah menjadi sumber penghasilan juga bagi para manajer, pedagang, pembeli, pemakai, dan pendaur ulang bahan-bahan bekas. Bahkan, gerakan dinamis itu pun mendatangkan rezeki bagi mahkluk-mahkluk lain, seperti burung binatang-binatang kecil, serta tumbuh-tumbuhan.
Allah telah memberikan kesempatan untuk memakmurkan bumi ini sesuai dengan firman-Nya yang dinyatakan oleh Nabi Saleh a.s.
“…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya…” (Huud:61)
Kemudian Allah menundukkan segala sesuatu untuk manusia, sesuai dengan bidang garapan atau yang memengaruhinya adalah “Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi,” sebagai wahana berkarya dan menggerakkan kehidupan.”…dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rizki untukmu.”  Langit dan bumi sama-sama berperan dalam mengeluarkan rezeki Langit berperan dengan menurunkan hujan, dn bumi dengan mengeluarkan buah-buahan. Semuanya sesuai dengan kehendak Allah.”Dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya.”  Manusia membuat bahtera dan melunjurkannya ke permukaan lautan sesuai dengan kehendk-Nya dan peraturan-peraturannya. “Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai,” (Ibrahim:32) sebagai pelega dahaga yang abadi, tempat meaning dan menyimpan permata yang dapat dipakai sebagai hiasan, serta sebagai wahana transportasi.
“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu ,matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya),”  sebagai energy , cahaya, dan penerangan.”Dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.” (Ibrahim:33) “…Agar kamu mencari karunia dari Tuhan mu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan…”  (al-Israa’:12)
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.”dan itu merupakan sebagian dari kebutuhan manusian. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghingganya,” karena nikmat-Nya mencakup yang disebut dan yang tidak tersebutkan sehingga tidak mungkin dihitung. “ Sesungguhnya manusia itu sangat, zalim,” tidak menempatkan sesuatu pad tempatnya. “ Dan sangat mngingkari (nikmat Allah), “ (Ibrahim: 34) juga menutupi nikmat Allah dengan tidak memanfaatkan dan menginvestsikannya, bahkan tidak bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat.
Oleh karena itu, hendaklah manusia berladang atau bercocok tanam di bumi dan minta pertolongan Allah dalam memakmurkannya, sehingga berhasil mencapai puncak kesuksesan (sempurna) sebalum datangnya hari Kiamat, sebagaimana Allah berfirman, yang artinya :
“ Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan   suburnya karena air itu tanam-tanaman dibumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman-tanamannya) laksana tanaman-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami jelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir.” (Yunus:24)
Sesungguhnya setiap jengkal bumi akan mencapai puncak keindahannya sebelum hari kiamat penduduknya pun akan mencapai puncak rasa bahagia dan bangga bahwa mereka mampu berbuat. Hal itu merupakan hasil dari perkembangan ilmu dan teknologi modern.
Setiap hari kita menyaksikan langkah-langkah kemajuan yang telah kita peroleh, namun dihadapan kita masih tetap tersisa ribuan langkah lagi yang tak terhitung hingga datangnya hari kiamat.
Kesimpulananya, setiap menyaksikan sejengkal tanah yang tidak ditanami atau belum mencapai puncak kemakmuran dan keindahan yang sempurna, atau sekelompok Penduduk muka bumi di sekitarnya, terasa tanggung jawab dipikulkan di atas pundak saya dan pundak saudara-saudara sekalian, untuk menjadi tanah yang sejengkal itu makmur dan indah, serta menjadikan penduduknya mampu membangun dan memakmurkan. Jika kita tidak mempedulikan keadaan sekitar, Allah akan menempatkan orang lain untuk memakmurkan, sesuai dengan firman-Nya,
“…dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).” (Muhammad: 38) 
                                     (sumber:buku praktek manajemen Berbasis Al-Qur'an)